‎Dana Duka Diberikan ke 108 Warga Tak Terdata, Dinsos Klaim Tak Salah

Ilustrasi pemberian bantuan sosial dana duka. (Net)

OKU Timur, SP – Polemik penyaluran Bantuan Sosial (Bansos) Dana Duka di Kabupaten OKU Timur kembali mencuat. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan sebanyak 108 penerima bantuan tahun anggaran 2024 tidak tepat sasaran.

Ini karena tidak tercatat dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), sebagaimana tertulis dalam Peraturan Bupati OKU Timur Nomor 20 Tahun 2021.

‎Temuan tersebut tertuang dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK yang menyoroti risiko penyaluran bantuan ke warga yang tidak memenuhi kriteria keluarga miskin.

‎BPK menilai, praktik ini berpotensi menimbulkan ketidaktepatan sasaran hingga rawan penyalahgunaan anggaran.

‎Meski demikian, Dinas Sosial (Dinsos) OKU Timur tetap bersikeras bahwa penyaluran bantuan dana duka tidak melanggar aturan.

‎”Sudah selesai, BPK sudah menyatakan hal ini tidak melanggar aturan. Pengembalian dari penerima yang status ASN juga sudah sebanyak tiga orang,” Kata Kadinsos melalui Kabid Pemberdayaan Dinas Sosial OKU Timur, Eva Susanti, Jumat (1/8/2025).

Lanjut Eva mengatakan, warga yang tidak masuk DTKS bisa pakai surat keterangan tidak mampu dari desa, itu sah berdasarkan Perbup BAB V Pasal 6 poin ke 4.

‎Berdasarkan data APBD 2024, Pemkab OKU Timur mengalokasikan Rp1,76 miliar untuk Bansos Dana Duka, dengan realisasi sekitar Rp 1 juta per ahli waris.

‎Dari total penerima, 108 di antaranya BPK menyebut tidak memenuhi syarat karena tidak masuk dalam DTKS.

‎Menanggapi temuan tersebut, D1nsos berjanji akan memperketat mekanisme verifikasi agar kasus serupa tidak terulang.

Namun, mereka tetap menegaskan bahwa penyaluran tahun ini sah karena sudah berdasarkan rekomendasi pemerintah desa dan kecamatan.

Temuan ini memicu sorotan publik. Sejumlah aktivis sosial mendesak agar Pemkab OKU Timur segera mengevaluasi program ini dan memastikan setiap bantuan tepat sasaran.

‎“Kalau 108 penerima tidak sesuai DTKS, ini sudah kelewatan. Pemkab harus transparan dan tidak membenarkan kesalahan hanya karena alasan kemanusiaan,” tegas Fery, seorang pemerhati sosial di Martapura. (Red)